Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan
kemajuan peradaban dan peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Dalam
penyelenggaraan pendidikan, faktor pembentukan karakter dan kecakapan hidup
merupakan hal yang perlu diperhatikan. Beberapa kenyataan berkenaan dengan
rendahnya karakter peserta didik, khususnya pada tingkat sekolah menengah
karena peserta didik berada pada usia yang mudah dipengaruhi dan emosi yang
tidak stabil. Sehingga pembentukan karakter peserta didik dianggap hal yang
sangat penting.
Menurut UU
No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berlandaskan
peraturan tersebut, proses pembelajaran seharusnya mampu
menciptakan suasana kelas atau iklim kelas yang kondusif untuk mendukung
terciptanya kualitas proses pembelajaran. Namun sayangnya, proses pembelajaran
yang terjadi selama ini masih cenderung satu arah, kurang memperhatikan
partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Akibatnya proses
pembelajaran yang terjadi selama ini kurang bermakna bagi siswa, sehingga belum
mampu mengembangkan kompetensi dan potensi kemampuan siswa secara lebih
optimal.
Banyak faktor yang perlu
diperhatikan dalam menciptakan iklim kelas yang berkualitas dan kondusif guna
meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun beberapa faktor yang perlu
diperhatikan tersebut antara lain, yaitu pertama, pendekatan pembelajaran
hendaknya berorientasi pada bagaimana siswa belajar (student centered),
yaitu proses pembelajaran hendaknya diarahkan pada siswa yang aktif
mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya guru hanya bertindak
sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator dalam pembelajaran. Pendekatan
ini biasa disebut dengan pendekatan konstruktivistik.
Faktor kedua adalah adanya
penghargaan guru terhadap partisipasi aktif siswa dalam proses kegiatan
pembelajaran akan mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya dan
berani mengkritisi materi pembelajaran yang sedang dibahas. Dengan demikian,
siswa akan terbiasa untuk berpikir kritis, kreatif, dan terlatih untuk
mengemukakan pendapatnya tanpa adanya perasaan minder atau rendah diri. Untuk
faktor ketiga, guru hendaknya bersikap demokratis dalam mengatur kegiatan
pembelajaran. Mengapa demikian? Hal ini karena kepemimpinan guru yang
demokratis dalam mengelola proses pembelajaran akan dapat menjadikan siswa
merasa nyaman untuk dapat belajar semaksimal mungkin. Kemampuan guru dalam
menanamkan setting demokrasi pada siswa sangat berpengaruh terhadap pencapaian
misi pendidikan. Dengan demikian suasana pembelajaran yang disetting secara
demokratis sangat penting untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif,
berkualitas dan bermakna.
Keempat, setiap permasalahan yang muncul dalam proses
pembelajaran hendaknya dibahas secara dialogis. Hal ini karena proses dialogis
dalam interaksi pembelajaran lebih mendudukkan siswa sebagai subjek didik yang
mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam setiap interaksi pembelajaran.
Proses dialogis juga akan mampu mengembangkan pemikiran kritis siswa dalam
membahas dan menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dalam proses
pembelajaran.
Kemudian yang kelima, lingkungan kelas sebaiknya
disetting sedemikian rupa sehingga memotivasi siswa dan mendorong terjadinya
proses pembelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menyetting
lingkungan kelas yang kondusif untuk belajar siswa, yaitu dengan cara mengatur
tempat duduk atau meja-kursi siswa secara variatif dan pengaturan perobot
sekolah yang cukup artistik. Terakhir, menyediakan berbagai jenis sumber
belajar atau informasi yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat
diakses atau dipelajari.
Hal ini mengandung pengertian bahwa
guru bukan satu-satunya sumber belajar dalam proses pembelajaran. Siswa dapat
belajar dalam ruang perpustakaan, dalam ”ruang sumber belajar” yang khusus atau
bahkan di luar sekolah, bila ia mempelajari lingkungan yang berhubungan dengan
tugas atau masalah tertentu. Peranan guru adalah memberi bimbingan konsultasi,
pengarahan jika ada kesulitan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Selain
itu guru juga dituntut untuk memberikan informasi tentang dimana sumber belajar
yang harus dipelajari tersebut berada sehingga siswa secara aktif dan mandiri
dapat menemukan dan mengakses sumber belajar tersebut.
Dengan menciptakan iklim kelas yang
kondusif dan berkualitas seperti ini, siswa akan merasa nyaman dan tidak mudah
bosan dalam menerima proses pembelajaran. Sehingga, tidak menutup kemungkinan
dalam waktu jangka panjang jika iklim pendidikan kondusif diterapkan secara
berkelanjutan dengan sistem kurikulum berbasis moral dan agama maka harapan
bangsa untuk melahirkan generasi berintelektual tinggi namun tidak melupakan
nilai-nilai moral bangsa dan agama akan segera tercapai.
Referensi: Ali Muhtadi.2010. Menciptakan Iklim Kelas (Classroom Climate)
yang Kondusif dan Berkualitas dalam Proses Pembelajaran. Jogjakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar