Langsung ke konten utama

MENGENAL SOSOK KARNI ILYAS: BERJUANG TIADA HENTI!

Cita-cita “anak jalanan” yang pernah menjajakan koran di Pasar Goan Hoat di Padang, Sumatra Barat, tahun 1960-an ini akhirnya terkabul. Siapa sangka seorang pemuda asal Padang, Sumatra Barat, berhasil menembus kota Jakarta melalu serangkaian perjuangan yang begitu panjang. Lewat acara Indonesia Lawyers Club  yang dipandunya, Karni Ilyas dengan suara serak yang khas, pertanyaan tajam, dan pengetahuan hukum yang luas membuatnya kini semakin popular.
***
            Kesuksesannya tak diraih dengan tiba-tiba “Apa pun pernah saya lakukan, apa pun pernah saya jual untuk menyambung hidup dan pendidikan. Bermimpi itu halal. Tapi ada syaratnya, yaitu kerja keras, kerja keras, dan kerja keras,” katanya. Pria kelahiran Kamis, 25 September 1952 merupakan anak dari Ilyas Sutan Nagari dan Syamsinar.
            Siapa sangka dibalik sosoknya yang kritis, ternyata masa kecil Karni Ilyas dipenuhi sekelumit kisah menggetarkan sekaligus mengguncangkan jiwa. Ia dilahirkan dalam situasi sosial-politik yang kacau akibat tidak meratanya anggaran pembangunan dari pusat pada tahun 1950-an. Dalam usia kurang dari enam tahun, Karni dipaksa untuk merasakan ganasnya perang akibat pemberontakan tentara APRI.
            “ Setiap ada bom, saya, ibu, dan Amai Ibah lari ke lubang bawah tanah. Pernah satu kali ketika saya bermain, tiba-tiba bom berjatuhan. Saya disambar dan dilarikan, entah oleh siapa. Yang pasti saya melihat tempat main saya hancur. Bongkahan batu meluncur dari atas bukit. Jadi nyawa saya itu, sejak balita itu sampai selanjutnya, memang banyak trauma”. (Dikutip dari buku “ Karni Ilyas Lahir untuk Berita” karya Fenty Effendy halaman 7).
            Akibat dari peristiwa tersebut, rumah neneknya pun hancur karena dirusak oleh tentara APRI. Sehingga Karni dan Ibunya memutuskan kembali ke Padang, tepatnya di Kampung Jao. Namun, Karni hanya merasakan atmosfir tinggal di rumah sendiri beberapa bulan saja. Si jago merah melahap rumahnya akibat hubungan arus pendek listrik. Mirisnya, tak ada barang yang dapat diselamatkan, yang tersisa hanya bara kayu dan onggokan abu. Bisa dibayangkan, anak berusia tujuh tahun mengalami peristiwa traumatik berulang kali.
            Teror perang, hancurnya rumah Amai Ibah (nenek Karni), kebakaran rumah di Kampung Jao merupakan peristiwa malang yang menimpa Karni Ilyas dalam hitungan tiga tahun, termasuk saat ia harus kehilangan sosok yang paling ia sayangi, Syamsinar pergi untuk selama-lamanya. Baginya, yang pahit dari segala pahit adalah saat Ibunya meninggal dunia dalam proses persalinan anak ketiga. Setelah itu,  hidupnya benar-benar sepi. Karni merasa hidupnya semakin berat. Diusianya yang baru duduk di bangku kelas dua SD terpaksa mencuci dan menyetrika baju serta mengurus sekolahnya sendiri.
            Beban hidup yang ia rasakan bersama Ayahnya, seorang mantan tentara yang saat itu menjalani profesi sebagai penjahit tidak menjadi hambatan bagi Karni Ilyas untuk menjadi pemuda yang berkompeten. Ia merupakan murid paling alim, kebiasaannya berdiri di belakang imam setelah adzan berkumandang  untuk mengambil barisan terdepan menjadi alasan ia memperoleh julukan seperti itu. Bahkan Karni menamatkan sekolah dasar sebagai murid terpintar nomor dua.
            Sejak masuk SMP, ia memang tidak ingin memberatkan Ayahnya lagi. Berbagai pekerjaan ia lakukan, seperti menjajakan koran di sekitar terminal angkutan umum Goan Hoat pada pagi hari dan malam harinya menjajakan rokok di dekat Pasar Bertingkat di Kampung Jao. Ia juga pernah mencari uang dengan cara mengumpulkan tanah di sela-sela trotoar di depan toko-toko emas.
            Kecintaannya terhadap dunia menulis patut dicontoh oleh generasi muda. Ada pepatah yang mengatakan “semakin banyak membaca maka ide akan semakin banyak” dan hal itulah yang dilakukan oleh Karni Ilyas. Ia suka membaca apapun baik koran bekas, sobekan majalah bekas bungkusan belanja, terlebih koran baru yang biasa ia antarkan pada pagi-pagi buta. Oleh karena itu, sejak kelas 1 SMA ia berani mengirimkan hasil karyanya ke koran dan ternyata dimuat.
            Cerita kesuksesan pemimpin redaksi Tvone ini dimulai dari tahun 1971. Tak ada yang menyangka mimpi besarnya untuk menjadi seorang wartawan terkenal akhirnya diwujudkan oleh Allah. Dia merantau ke Ibu Kota dengan bermodalkan uang seadanya, namun semangat juangnyalah yang justru membuat Kota Jakarta terlihat kecil dimatanya. Kondisi di Jakarta dan di Padang tak jauh berbeda, Karni masih harus berjuang membiayai hidup dan kuliahnya sendiri.
            Setelah memilih menjadi reporter di Suara Karya, pintu gerbang cita-citanya pun sedikit demi sedikit terbuka. Ia mulai meniti karir di Tempo, memimpin Forum Keadilan, menjadi nakhoda layar Liputan 6 SCTV, pemimpin redaksi ANTV, hingga akhirnya hijrah menjadi pemimpin redaksi Tvone. Kesuksesan itu tidak datang begitu saja, kita harus berjuang keras dan berdoa. Untuk mencapai posisi teratas, kita pun harus melalui banyak rintangan dibawahnya. Jalan bisa jadi berliku tapi tekad harus tetap lurus ke depan.
       Jiwa kewartawanan Karni Ilyas memang telah mendarah daging, beragam penghargaan pun berhasil diraihnya. Bahkan program yang ia pandu, yaitu Indonesia Lawyers Club Tvone telah berkali-kali mendapatkan perhargaan baik dari KPI maupun ajang penghargaan lainnya. Transpransi dan kenetralan jurnalis ada padanya. Karni Ilyas memiliki ciri khas tersendiri dalam berbicara dan selalu berpegang teguh pada prinsipnya selama ini, yaitu jangan menunggu seperti menunggu tahi yang hanyut!.

            “…..bagi saya setiap berita harus diburu untuk mendapatkannya. Tidak ada istilah jauh, hujan atau sulit narasumbernya. Seorang reporter wajib ketemu narasumber yang ditugaskan kepadanya. Reporter hanya boleh pulang, bila narasumber menolak memberikan informasi atau mengusir si wartawan. Bukan berarti tugas si wartawan selesai.” (Dikutip dari buku “ Karni Ilyas Lahir untuk Berita” karya Fenty Effendy halaman xvi). 
***
Semoga kisah hidup beliau menjadi motivasi bagi kita, terutama untuk Anda yang bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Tetap semangat kawan! Syukron sudah membaca tulisan saya, jangan sungkan-sungkan untuk memberikan kritik ataupun saran ya.

Komentar