Selamat pagi untuk gadis kecil yang
punya banyak impian dalam hidupnya. Di sebuah desa, ia menghabiskan banyak
waktu untuk bermain. Sering belajar tapi jam tidurnya juga banyak. Punya mainan
masak-masak yang sering dicuri oleh teman sendiri. Paling pintar menirukan gaya
Sherina yang saat itu sedang booming bersama
permen chachanya.
***
Hehehe…
Hei, assalamu’alaykum selamat datang kembali ke blog aku. Desember tiba dan
blog ini dibuka dengan satu paragraf yang membuatku tersenyum malu. Membekas
sekali di memoriku tentang ‘Fitrah Kecil’ yang tubuhnya masih mungil aja sampai
sekarang *plak. Aku bersyukur sekali
sempat beberapa tahun tinggal di kampung Abahku
dan jadi salah satu orang yang lahir disana.
Iya
soalnya, tempat pertama kali yang mengajariku punya mimpi besar itu ya ada disana.
Walaupun awalnya, saat Abah mengajak aku, kakak, dan mama untuk kembali pulang
ke Desa Karama, kami sempat menolak terutama mama. Alasannya berbagai macam,
terlebih saat itu Abah dan Mama hubungannya sedang kurang baik di usia
pernikahan mereka yang terbilang masih tahapan awal. Tapi, Alhamdulillah orang
tuaku berkompromi dan Abah berhasil membujuk kami untuk mengikutinya.
Taraaaaaa~ Hari pertama tinggal disana aku samaskali
belum punya teman. Aku kemana-mana mengikuti kakakku yang banyak tahu jalan
sebab sebelumnya dia sudah pernah datang ke Karama. Kami sering bermain dengan
anak tetangga yang ada di depan rumah, namanya “Fitri”. Dan karna aku followers kakak banget, dia sampai main
sampan di laut aku juga ikutan. Ya Allah, pulang-pulang Abah memarahi kami
bahkan kakakku dipukul dengan kayu. Beliau kesal gara-gara anak perempuannya
hampir saja tenggelam. Dasar aku haha.
Nggak
tahu kenapa, Ayah-ayah zaman dahulu itu enteng
bae mendidik anaknya dengan cara yang mungkin kalau orang tua millennial
zaman sekarang akan bilang “Ya Allah kejam sekali anaknya dipukul”. Padahal,
itu jadi kenangan yang cukup membekas sih. Sangat berkesan malah. Sebab Abah
juga memukulinya tetap memperhatikan unsur pendidikan didalamnya, ya masa iya
main cambuk aja hehehe.
Di
lingkungan tempat tinggal kami, banyak masyarakat yang tidak bersekolah.
Jangankan lulusan S1, lulusan SMP saja susah dicari. Banyak yang berhenti
sekolah di tingkat sekolah dasar, lebih parahnya tidak tamat SD juga ada. Mayoritas
penduduk disana bekerja sebagai nelayan. Kalau keluarga Abah punya semangat
pendidikan yang tinggi, Abah juga lulusan sarjana hukum, sedangkan adik-adiknya
lulusan sarjana ekonomi.
Pendidikan
menjadi hal yang mahal dan langka di daerah ini. Intinya, kalau kamu tahu
tentang akses pendidikan dan kesadaran literasi, nah disini, itu yang jadi
problem utama tapi anak-anak yang serius bersekolah di daerah ini masyaa Allah
tak kalah pintar kok. Teman-temanku banyak yang jago matematika, hafal Qur’an,
dan lain-lain.
Bagaimana
dengan aku? Apakah Fitrah saat masih kecil menjadikan sekolah sebagai hal
menyenangkan? Iya dong! Ternyata, masa anak-anak itu adalah stimulun yang akan
mendorongmu pada puncak cita-cita. Pada masa ini, kamu akan dilatih untuk
membayangkan sesuatu yang belum jelas terlihat. Kalau masa anak-anak dimanfaatkan
dengan baik maka insyaa Allah imun kita akan siap menghadapi pressure di kemudian hari.
Mau
tahu nggak, apa yang kubayangkan saat masih di usia itu? Khayalanku adalah
punya bangku di luar sekolahku yang dulu. Iya, sesederhana itu. Dan ternyata,
mimpi itu benar terjadi. Allah mengabulkannya. Namun, pilihannya berat sekali.
Aku harus pisah dengan keluarga kecilku. Mama memberitahu kabar itu menjelang
kelulusanku bahwa adik mama yang ada di kota memanggilku untuk tinggal
bersamanya.
Kupikir
aku akan gembira, tapi ternyata sungguh kesedihan yang mendalam di saat
keluarga kecilmu kumpul lengkap kembali dan kamu harus belajar jauh dari mama
di usia sedini itu. Tapi mama menguatkanku “Semuanya akan baik-baik saja insyaa
Allah”. Sedangkan Abahku, aku lupa beliau sedih waktu itu atau tidak ya hehe.
Kakak mungkin lebih banyak senangnya daripada sedihnya saat aku pergi karna dia
suka malu kalau aku ikut dia kemana-mana. Katanya “Aku ini anak laki-laki,
jangan ngikut-ngikut napa. Diketawain teman nih”. Apalagi satu sekolah denganku membuatnya repot. Tiap aku diganggu
sama teman laki-laki, aku selalu mengadu ke kelasnya haha. Uang jajanku habis
juga seperti itu, selalu ke kelasnya minta duit lagi.
Dan
ternyata, mimpi itu tak main-main sobat. Saat kamu banyak usaha, dan menguatkan
melalui doa, Allah punya pintu untuk siap kamu buka!
Finally,
babak Sekolah Menengah Pertama pun dimulai. Aku masih suka main masak-masak
atau justru main yang lain? Mulai bermimpi sampai menembus langit ke berapa?
Fase sekolah yang membuatku belajar kalau mimpi itu bisa menjatuhkan dan
meruntuhkan. APAKAH ITU?
-AKAN BERLANJUT-
Syukron jazakumullah khayr. Semoga bermanfaat
Salam ukhuwah,
Fitrah yang kembali galau dengan mimpi dewasanya
Di tunggu kelanjutan ceritanya😊 mau tau mimpi dewasanya patner surga yang satu ini🤗
BalasHapusMasyaa Allah.. Halo, senang sekali partner syurga muncul disini. Mimpi dewasanya pengen masuk syurga sama-sama #eaaa
Hapus