Bismillah…
Welcome back to my
blog! Asli, blog ini sudah sangat berdebu. Jarang diisi oleh narasi
penulisnya sendiri. Kalau membaca, biasakan jangan setengah-setengah agar kita
memahami topik tulisan secara utuh bukan parsial. Well, saya akan melanjutkan narasi yang dibahas dalam status whats app tadi jam 20.00 WITA tentang Recep Tayyib Erdogan dengan
pemerintahannya.
Kuharap, teman-teman tak perlu
menanyakan pertanyaan yang sebenarnya jawabannya mudah ditemukan pada era serba
googling ini. Misalnya,
“Turki itu
letaknya dimana ya?”…… “Masuk benua apakah dia?” “Erdogan itu siapa?”
BROWSING
AJA, OKE?
……
Pada status
WA tadi, terakhir kita bahas tentang Erdogan ini muncul dari mana sih? Kok
tiba-tiba kehadirannya bisa membangunkan orang yang tertidur, menenangkan emosi
yang bergejolak, menghapus air mata kekecewaan, menggantikan kesedihan dengan
kebahagiaan, melunakkan hati yang keras,meyakinkan akan datangnya kemenangan, dan
melawan dengan penuh keberanian. Dari setiap kekaguman manusia atas sosok
pemimpin seperti beliau, ternyata gerbang paling pertama yang mengajarinya
adalah orang tua.
Oleh sebab
itu, wahai para calon ibu, entah situ mau nikah muda atau nikah yang ntar-ntar aja, dari sekarang perhatikan engkau mau melahirkan anak dengan karakter penasihat atau penakluk?!.
Yang
jelas, orang tua Pak Erdogan cerdas sekali guys.
Bukan masalah suksesnya mereka mendidik Pak Erdogan, melainkan mampu
menerapkan firman Allah ta’ala dalam Q.S At-Tahrim/66:6 yang artinya
“Wahai orang-orang beriman, lindungillah
dirimu dan keluargamu dari api neraka”
Jelas kan, investasi
terbaik orang tua adalah anak yang shalih dan shalihah. Semoga partner hidupmu
segera datang ya wkwkwk (baper dahhhh). Mungkin ada yang bertanya padaku,
kenapa Fitrah simpatik pada negara Turki? Selain masalah sejarah Islam, masyaa
Allah Presidennya selalu bikin aku nangis terharu. Serius! Bagaimana tidak ya
Allah, berdasarkan sejarah, Turki ini terakhir beraktivitas dalam pusaran sekularisme
pada rezim Attaturk. Adzan dikumandangkan menggunakan bahasa Turki, muslimah
tak leluasa mengenakan jilbab, pemerintahan yang berbasis pada pemisahan nilai-nilai
religiusitas, kelengkapan hegemoni kekuasaan menggunakan power militer, dan sebagainya.
Lalu, harapan
baru muncul dimulai pada tahun 2002. Yang kita yakini bersama, keberhasilan
mengembalikan Turki pada konsep moderat itu tidak serta-merta datang begitu
saja. Seperti, perjuangan para kaum muslimin yang berulang kali mencoba
menaklukkan Konstantinopel, namun ternyata ujung tombak perjuangan berakhir
dengan ditakdirkannya Sultan Muhammad Al Fatih untuk menaklukkan imperium
Kaisar Romawi Timur. Betapa indahnya, kemenangan itu.
Sama halnya
dengan Erdogan, ia punya pendahulu. Namanya, Necmettin Erbakan. Namun,
qadarallah beliau belum berhasil untuk menegakkan tiang-tiang harapan itu. Yang
patut disyukuri dalam pergerakan
Necmettin Erbakan, setidaknya sedikit demi sedikit pondasi bisa menancap untuk
menguatkan perjuangan Erdogan.
Para penulis
dan pengamat politik banyak yang menyamakan fenomena Recep Tayyeb Erdogan
dengan banyak pemimpin dalam sejarah. Mereka berusaha membandingkan kondisinya
dengan para tokoh sejarah. Diantara mereka, ada yang menyamakan Erdogan dengan
Sultan Abdul Hamid II yang merupakan Sultan Imperium Ottoman (Ustmani).
Pengamat yang lain menyamakannya dengan Gamal Abdul Naser. Bahkan ada yang
lebih jauh lagi menyamakan beliau dengan karakter Sultan Muhammad Al Fatih dan
Shalahuddin Al-Ayyubi.
Kalau
dilihat-lihat ya ada benernya juga. Eh tapi… Bagaimanapun, bagiku sejarah itu adalah moment berharga, tak bisa dikontekskan dengan sesuatu yang sama
karna timingnya beda. Iya nggak?. Yang pasti, banyak yang
mengatakan bahwa Turki yang sekarang adalah TURKI KETIGA. Wah, apa tuh maksudnya?
Dijelaskan, TURKI KETIGA adalah bukan masa Ottoman,
bukan pula masa Attaturk. Tapi…
Dia
adalah masa yang berusaha mengambil segala sesuatu yang positif, bermanfaat,
dan penting di dua masa yang saling bertentangan, yaitu masa Turki Ustmani dan
masa Attaturk, karena ia kembali kepada dunia Islam. Disamping itu tetap
mempertahankan sesuatu yang positif di masa Attaturk, seperti demokrasi dan
jiwa kebangsaan.
Gimana, keren nggak? Masyaa Allah
ya.. Jadi, Fitrah mau bilang. Inilah Turki, negeri kekhalifaan Islam Ustmani.
Darinya keluar seorang tokoh yang mampu mengubah Turki dari “The Sick Man in Europe (Eropa yang
sakit)” menjadi “negara mendunia yang
sehat” dengan sangat fantastis #biidznillah. Muji bener aku ya wkwkwk.
Masalahnya, beneran loh selama ini Turki tidak pernah lagi mengalami perubahan
signifikan dalam garis politik dan sosial. Orang-orang Turki menganggap bahwa
sejak Musthafa Kemal Attaturk, mereka tidak melihat pemimpin seperti Erdogan.
Bahkan dalam
sebuah buku yang kubaca, Erdogan pernah berkata…
“ Turki telah menjadi laksana pesawat
terbang yang akan take off dan di depannya tidak ada yang menghalanginya”
Dan
sepanjang pengamatan orang awwam kayak aku ini, Presiden Turki emang
benar-benar teguh pada prinsipnya. Nggak mau samaskali ditekan, apalagi beliau
yang selalu membuat kami menangis saat hadir pada forum-forum ataupun
konferensi dunia karna dengan lantangnya memperingati Israel kejam itu untuk
berhenti menindas, membunuh, dan merampas tanah Palestina kami. Hingga
negaranya sering jadi korban koalisi para negara yang suka recokin ketentraman
negeri orang lain.
Turki sempat ditero bom,
perekonomiannya diperlemah, pemerintahannya dituduh otoriter, kursi
kepemimpinannya selalu diidamkan untuk direbut melalui jalan kudeta. Tapi, LET
US SEE. Aku dengan bangga mengatakan, HAI NEGARA YANG SUKA MAIN CAMPUR ADUK
KEKUASAAN, kamu sedang berhadapan dengan pemimpin yang mencintai Allah, yang
ternyata cintanya itu mengantarkan beliau pada kekuatan dalam ketaatan, yang
ternyata cintanya itu memberikan atmosfir kewibawaan, yang ternyata cintanya
itu menumbuhkan cinta rakyatnya satu per satu, yang dengan cintanya pada Allah
dan Rasul-Nya mengantarkan ia menjadi salah satu negara, selain negara kita
paling terdepan membantu Palestina.
Seluruh
dunia kembali memandang Turki (say:barakallah Pak Erdogan), sebagaimana perhatian dunia tertuju ke Turki
saat negeri itu dipimpin oleh Khalifah Abdul Hamid II. Seorang pemimpin yang
menolak keras tanah Palestina dijual kepada Yahudi meski sejengkal. Beliau
mengatakan: “Potonglah tanganku menjadi
beberapa bagian lebih pendek dari sejengkal tanah Palestina yang terjual”.
Kumisnya
yang enggan dicukur itu (hehehe) tak mencirikan beliau menjadi seperti Adolf
Hitler. Akan tetapi, tidakkah kawan-kawan heran kenapa Erdogan berhasil
sedangkan pemimpin-pemimpin Turki yang lain tidak? Bahkan beliau mampu
menyatukan kekuatan cinta, kemuliaan, dan rasa bangga seluruh manusia di
berbagai negara, terutama ummat Islam, padahal negaranya sendiri penuh dengan tantangan dari
demokrasi sekular? Jawabannya, nanti ya! Cocok buat kamu yang sedang berjibaku menjadi
caleg, walikota/bupati, atau presiden mungkin? Hihihihi
*****
TERIMA KASIH
TELAH MENGINTIP TULISAN INI, sangat berusaha mengemasnya dengan menarik dan
menggunakan bahasa yang sederhana agar pembaca budiman tak bosan membaca konten
tulisan seperti ini. Jangan ragu memberikan komentar sebagai masukan tulisan aku. Jazakumullah khayr
Komentar
Posting Komentar