Memilih menjadi seorang aktivis akan menuntut dirimu untuk mengorbankan hal-hal yang bersifat pribadi. Walau jadwalmu dipenuhi serentetan aktivitas yang menyibukkan, kamu harus mampu mengurus waktumu sendiri. Harus punya skala prioritas dan manajemen waktu yang baik!. Tidak ada zona nyaman disini, karena bekerja pada dunia seperti ini tentunya melelahkan.Terkadang kita mungkin merasa iri dengan aktivitas orang lain yang biasa-biasa saja karena mereka dapat tidur dengan waktu yang normal.
Ajari
Aku Mencintai Amanah adalah judul yang terinspirasi dari nasihat seseorang.
Saat itu, banyak hal yang beliau sampaikan kepada kami, mengingatkan bagaimana
perjuangan Rasulullah shalallaahu ‘alahi wa sallam dan para sahabat dalam
menyebarkan ajaran Islam. Betapa banyak shiroh yang bercerita tentang
ketangguhan mereka hingga pedang yang sudah
ada di depan mata mereka tak sedikitpun menciutkan nyalinya dalam membela
dienul Islam.
Saya
tertunduk malu saat beliau mengatakan “Sebenarnya tanpa diingatkan, jika kita
mencintai amanah ini seperti cintanya Rasulullah terhadap ummatnya, cintanya
para shalafusshalih terhadap manhaj ini maka kita akan berlomba-lomba untuk
bergerak”.
Lantas
bagaimana dengan aktivis di zaman sekarang? Benarkah ia mencintai posisinya
saat ini? Ataukah memang benar, berorganisasi itu ajang untuk mencari
popularitas semata. Mengumpulkan jejaring sosial sebagai bekal masa depan. Terkadang,
justru kita sangat ingin tampil di depan umum, memperlihatkan bagaimana
kelihaian seorang aktivis dalam beretorika. Lupa, bahwa ia ada di tempat itu
atas dasar izin Allah.
Seiring
berjalannya waktu, misi idealisme kita untuk menghidupkan pergerakan ternyata
kian hari makin redup. Awalnya bersemangat, pertengahan menciut, hingga
akhirnya mereka menghilang tanpa sepatah kata apapun. Mungkin, kita tak layak
disebut sebagai seorang pemimpin. Bagaimana mungkin seorang pemimpin mendzalimi
pemimpinnya sendiri? Saya yakin antum paham bagaimana perasaan seorang pemimpin
yang kehilangan anggotanya satu per satu.
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanah kepada kepada langit, bumi, dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zhalim dan amat jahil, sehingga Allah mengazab orang-orang munafik
laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyirikin laki-aki dan perempuan;
sehingga Allah menerima taubat orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan. Dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab:
72-73)
Amanah
itu bukan sekedar tawaran tanpa makna tentu saja. Tawaran itu mengandung dua
akibat; pahala jika amanah itu ditunaikan dengan baik, dan siksa jika amanah
itu disia-siakan. Oleh karena itu, semua makhluk-makhluk Allah itu enggan
menerimanya. Manusia lah kemudian yang memikul amanah tersebut.
Komentar
Posting Komentar